By Syaifoel Hardy
Dua hari lalu, seorang rekan yang memesan buku karya saya. Dilihat dari harganya, tidak seberapa, jika dirupiahkan hanya Rp 60 ribu.
Saya menjanjikan buku tersebut akan saya antar ke rumahnya. Itu berarti, dia tidak perlu kehilangan ongkos. Padahal, jika harus naik taksi, Rp 30 ribu tidak cukup untuk pulang pergi. Demikian juga waktu serta tenaga. Belum lagi di perjalanan, karena haus, saya harus beli juice Apokat seharga Rp 15 ribu.
Dengan kalkulasi accountant, saya ‘rugi’. Dari penjualan buku tersebut, tidak lebih dari Rp 15 ribu yang saya dapat. Guna menggantikan biaya cetaknya saja, jumlah itu belum mengcover 50% nya.
Bila ditinjau perhitungan rugi-laba ini, rasanya saya tidak mungkin akan melangkah, menjalankan ‘bisnis’, yang orientasinya 100% pada Rupiah.
Saya memiliki perhitungan lain!
Ketika sampai di rumahnya, sebagaimana biasa, saya menanyakan kabar, aktivitas kerja serta rencana kelanjutan belajarnya. Saya juga menanyakan beberapa teman-teman kerja. Seorang di-antaranya disebutkan akan datang, ingin menemui saya.
Benar juga. Temannya datang!
Kami pun bersalaman. Masih dalam hitungan menit pertama, dia melihat buku-buku saya, kemudian tertarik untuk membeli satu. Otomatis bertambahlah customer saya! Semula hanya satu orang, kini dua. Rejeki bertambah. Income berlipat. Meski tidak banyak, tetapi dengan syukur, yang sedikit ini berubah sungguh nikmat!
Di kali lain, saya pernah diundang oleh seorang yang tidak pernah saya kenal, kecuali lewat media sosial. Tidak tanggung-tanggung, guna mengunjunginya harus gunakan pesawat. Saya bersedia menawarkan bantuan, di mana dia tidak harus repot dalam segi financial. Termasuk transport, penginapan dan makan, saya akan pikul sendiri.
Dalam komunikasi selanjutnya, dia menghubungkan dengan seorang kenalannya, mahasiswa. Lewat mahasiswa ini kemudian saya ‘dijemput’ rejeki: mendapatkan tawaran sebagai pembicara dalam seminar di dua kampus.
Tawaran ini tentu saja menjanjikan rejeki yang luar biasa. Selain mendapatkannya dalam bentuk uang dan makan, kenalan serta saudara jadi bertambah. Kontak sosial juga membengkak jumlahnya. Belum lagi jika dianggap sebagai rekreasi!
Semula, lewat hitungan matematika, hitam di atas putih, saya rugi. Biaya pulang pergi dengan pesawat, hotel dan makan, tidak akan kembali bila hanya duit yang dipikirkan.
Agar lebih fair, mestinya, keuntungan dalam bentuk lain, perlu ‘dinilai’ dengan uang pula. Sehingga bisa ‘klop!’ Termasuk, mahalnya membahagiakan hati orang lain! Berapa harganya?
Kemarin siang, ada kabar, lewat FB, dari seorang rekan, jauh di Indonesia sana. Dia menyampaikan, bahwa ada permintaan dari koleganya, berminat menghadirkan saya, untuk menyampaikan sebuah materi dalam kuliah tamu di tempat dia mengajar.
Pekan lalu, undangan yang sama, dari seorang dosen yang juga tidak saya kenal, muncul. Langsung saya telepon dan kita sepakat tentang tanggal, hari, jam serta materi yang akan kita bahas dalam pertemuan kami.
Inilah contoh rejeki-rejeki yang berhamburan di ladang kita, sebagai dampak manakala mengedepankan silaturahim sebagai pengganti bisnis……
Sayangnya, sebagian besar kita melihat bisnis selalu dalam bentuk uang! Sehingga banyak tawaran yang kita tolak, pekerjaan tidak kita terima, undangan tidak dihadiri, pertemuan digagalkan, silaturahim dihindari, hanya karena pertimbangan bisnis yang salah!
Saudara…….
Ada banyak cara mendapatkan rejeki halal dalam hidup ini. Guna memperolehnya, sebenarnya gampang. Cobalah lihat dari sisi pandang lain: silaturahim!
Berbuat kebajikan atau kebaikan kepada orang lain sebagai bumbu dalam silaturahim. Lewat silaturahim ini, kita tidak pernah sangka, akan mendapatkan keuntungan. Besar kecilnya keuntungan tidak harus menjadi focus, karena sejatinya sudah ada yang membagi, Yang Maha Mendesain!
Peran kita adalah mengorganisasikan silaturahim. Kunjungi siapa saja dan kapan saja. Jika tidak mungkin secara fisik, lewat media elektronika pun bisa! Telepon, email, FB, Twitter, sms, WhatsApp!
Jika hari ini kita masih diberikan kesempatan untuk tersenyum kepada orang lain, it is time to smile! Sudah saatnya untuk tersenyum!
Jika saat ini bisa menyapa, menanyakan status kesehatan teman atau saudara, maka tanyakanlah! Sapalah meski hanya dengan dua-tiga kata. Jika perlu sertakan gambar kembang sederhana. Kata-kata yang dirangkai indah, menjadikan hati orang yang menerima berbunga-bunga.
Saudara…..
Ketika ada kumpul-kumpul di rumah saya beberapa pekan lalu, saya tawarkan kepada salah seorang tamu, yang masih berstatus sebagai mahasiswa, untuk menjual buku-buku saya yang masih banyak jumlahnya.
Saya katakan kepadanya,: “Jika ada waktu, lakukanlah! Kita akan berbagi keuntungan! Ini bukan soal besarnya laba yang kita dapat. Siapa tahu, dengan ini bisa pelihara silaturahim kita.”
Ungkapan seperti ini tentu akan beda dengan apabila yang kita kedepankan murni bisnis, lewat hitungan kalkulator. Orang akan menginterpretasikan dengan uang dan uang. Seolah-olah tujuan pertemuan kami yang dikedepankan adalah uang saja.
Lain halnya jika yang kita kedepankan nilai persaudaraan, di mana rejeki akan mengikuti dengan sendirinya.
Dalam hitungan kurang dari dua minggu, Alhamdulillah, buku-buku yang dibawanya, terjual, ludes!
Saudara…..
Sejumlah pengalaman saya di atas, barangkali belum cukup bagi anda untuk yakin, sebagai kiat menjemput rejeki dalam bisnis. Pintu saya terbuka lebar untuk berbagi lebih banyak lagi pengalaman lain, bila anda ingin mengetahui lebih jauh.
Menyegerakan silaturahim akan mendekatkan kepada rejeki kita. Bukan hanya rejeki dunia saja. Tetapi juga pahala, di akhirat kelak!
Hikmah yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa waktu bukanlah uang! Time is not money! Sebaliknya, memulai setiap kegiatan dengan niat silaturahim, dampak bisnisnya luar biasa!
So, jika ingin bisnis lancar, sudah saatnya bersilaturahim. Jangan ditunda!
It’s time and don’t delay!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar